Musnahnya Bahasa, Tergantung Jumlah Populasi Penuturnya

Posted by Admin

Februari 14, 2024

DPIP-Fisip-Undip, Semarang — Pakar Bahasa dari Departement of Asia, Africa and Mediterranean University of Naples L’Orientale Italia, Prof. Antonia Sorienta, Ph.D.  memberikan kuliah umum dengan tema studi bahasa minoritas di Indonesia dari dokumentasi, deskripsi, dan interdisiplin keilmuan, pada Senin 12 Februari 2024 di Ruang Senat Fisip UNDIP, Kampus UNDIP, Tembalang, Semarang. Kuliah umum ini merupakan inisiasi dari Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Undip.

Prof. Antonia Sorienta mengemukakan laporan penelitiannya tentang bahasa minoritas di Kalimantan dan Sulawesi.

“Dewasa ini keberadaan bahasa minoritas mendapatkan tantangan cukup berat akibat globalisasi. Hal paling utama jadi penyebabnya hingga bahasa minoritas terancam adalah makin sedikitnya penutur bahasa itu. Jika tak lagi ada penutur, maka jadi terputus. Terlebih hal yang paling lekat dengan minoritas adalah populasi yang makin sedikit, lalu tidak ada lagi yang mengajarkan kepada anak-anaknya, karena bahasa adalah proses transfer dari satu generasi ke generasi berikutnya,” jelasnya.

Prof. Antonia mendokumentasikan cerita-cerita asli dari penutur bahasa, kehidupan masyarakat, hingga cara pembuatan kapal secara tradisonal. Antonia menambahkan bahwa mengetahui bahasa dapat mengetahui masalah sosial. Bahasa menunjukkan bagaimana profil kehidupan sosial masyarakat, juga keseharian dalam berkomunikasi, baik di kalangan internal maupun kalangan eksternal masyarakat tersebut. Dengan memelajari bahasa, juga berarti memelajari perikehidupan sosial masyarakat penuturnya.

Penanggap dalam kuliah itu adalah Dr. Muhammad Adnan, pengajar Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan, mengemukakan bahwa kekayaan bahasa di Indonesia merupakan hal yang tidak bisa ditandinggi oleh negara lain.

“Indonesia ini memiliki banyak sekali bahasa dan dialek, sehingga Indonesia sangat kaya dibandingkan dengan negara lain. Untungnya kita memiliki sumpah pemuda, karena dengan adanya sumpah pemuda ini maka kita memiliki bahasa persatuan, namun disisi lain ketika kita memiliki bahasa persatuan maka bahasa daerah akan menjadi  bahasa nomor dua” ujarnya.

“Bahasa daerah di Indonesia lebih banyak bahasa tutur, sehingga jika tidak ada lagi yang menuturkannya bisa berdampak bagi perkembangan bahasa daerah tersebut. Untuk bahasa Jawa, saya yakin tidak akan punah, karena selain banyak yang menggunakannya, juga berkembang di sektor-sektor kehidupan lain, yang menyeluruh. Sebagai contoh, di kalangan pesantren, media komunikasi gunakan bahasa Jawa. Kendati huruf Arab, namun isi/materi yang diajarkan menggunakan bahasa Jawa. Ini populer dikenal sebagai Arab Pegon,” kata mantan Ketua PWNU Jawa Tengah ini.

Adnan menambahkan. Pesantren memiliki peran penting dalam pelekstarian bahasa Jawa. Para kyai mengajarkan ajaran agama Islam dengan media bahasa Arab Pegon. Nilai ajaran diajarkan, bahasa Jawa diletarikan. “Tidak berlebihan jika saya katakan, selama masih ada pondok pesantren, maka bahasa Jawa tetap lestari, esksis,” kata Pengajar Agama dan Politik ini.

Ketua Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Dr. Nur Hidayat Sardini mengatakan, Prof. Soriente sengaja dihadirkan untuk berbicara di lingkungan sivitas akademika Departemen ini, untuk menambah kedalaman ilmu dalam kaitan antara bahasa dan keberadaan lingkungan sosial masyarakat dan penuturnya. Dalam kajian ilmu politik, terdapat juga hubungan antara bahasa dan politik, dikenal sebagai politik bahasa. Kami memanfaatkan kunjungan Soriente di Indonesia ini, untuk berbicara di lingkungan kami, sebagaimana juga kami sering menghadirkan pembicara internasional di Departemen ini.

“Selain bagian dari komitmen Departemen ini, juga dalam rangka pencapaian Indeks Kinerja Undip atau IKU. Supaya juga kalangan dosen dan mahasiswa makin dalam memahami politik bahasa,” ujarnya [RK, NHS].

MORE FROM @FISIP UNDIP

0 Komentar