Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Soal Capres, Pengamat Undip Minta Masyarakat Dengungkan Politik Kebangsaan

Posted by Admin

September 30, 2022

Indonesia dibangun dari berbagai macam suku dan agama. Identitas-identitas yang natural itu selayaknya diarahkan pada peneguhan politik kebangsaan.

SEMARANG | KBA — Pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Dr. Teguh Yuwono S, M. Pol. Admin menilai, sudah saatnya bagi masyarakat untuk tidak berpola berpikir politik identitas terkait calon presiden di Pilpres 2024. Dan, mengubahnya dengan mindset politik kebangsaan.

“Politik identitas di Indonesia itu harusnya tidak berpikir tentang suku tertentu agama tertentu, karena identitas itu kan natural. Kita saat dilahirkan, tidak bisa meminta ingin jadi Jawa, jadi Cina, jadi Arab, jadi Ambon. Itu kan natural pemberian Tuhan,” terang Teguh kepada KBA News, Jumat, 30 September 2022.

Dengan demikian, seharusnya politik identitas itu diarahkan ke politik kebangsaan bahwa Indonesia dibangun dari berbagai macam agama, suku dan sebagainya.

“Kita harus ingat bahwa pendiri bangsa ini kan dari berbagai macam suku dan agama, dulu perjuangannya ada Jong Java, Jong Sunda, Jong Islamic, Jong Arab, dan lainnya, itu yang membangun Indonesia, sehingga mestinya pendidikan politik kebangsaan ini adalah memperkuat kebhinekaan tunggal, keragaman, pluralisme,” tandas Wakil Dekan FISIP Undip tersebut.

Lebih lanjut Teguh menanggapi adanya isu yang berkembang bahwa calon presiden atau calon wakil presiden Indonesia, harus berasal dari suku atau agama tertentu. Termasuk gambaran kandidat capres/cawapres dalam Pilpres 2024 mendatang pada sosok Anies Baswedan.

“Harusnya yang sekarang kita pertimbangkan bukan soal keturunan, tetapi kita berpikir bahwa pendiri bangsa ini kan dari berbagai macam suku dan agama,” tandasnya.

Dalam hemat Teguh, yang mesti dilihat adalah kinerja, latar belakang pendidikan, capaiannya selama ini. Bukan politik identitas yang didengungkan, namun politik kebangsaan.

“Jadi saya kira kita harus berkembang dan tidak terkotak-kotakkan dalam politik identitas,” imbuhnya.

Teguh juga menegaskan, tidak ada dalam konstitusi disebutkan jika Warga Negara Indonesia (WNI) adalah mereka yang berasal dari agama atau suku tertentu.

Dijelaskan Teguh, sesuai Pasal 2 UU No. 12/2006, yang menjadi WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

“Dalam undang-undang tersebut juga disampaikan, jika pengertian orang bangsa Indonesia asli adalah warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri,” demikian Teguh. (kba)

Sumber : kbanews.com

MORE FROM @FISIP UNDIP

0 Komentar