Dr. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin.
(Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan)
Pilkada merupakan alat mencapai tujuan demokrasi dalam mensejahterakan rakyat, Pilkada di Indonesia saat ini diadakan serentak. Setiap pilkada serentak diadakan, secara otomatis masyakakat kebanyakan akan lebih fokus kepada Pilkada di wilayah DKI Jakarta karena pemberitaan di media yang sangat kuat, “The Development of Media”, 90% fokus ke Pilkada DKI Jakarta karena Jakarta merupakan ibu kota negara, pusat kekuasaan, pusat informasi dan pusat keuangan. Oleh karena itu Jakarta menjadi pusat perhatian seluruh elemen dalam dinamika proses politik di Indonesia.
Karena media yang sangat cepat memberikan berita atau kejadian-kejadian yang berhubungan dengan Pilkada, terkadang timbul berita yang tidak benar yang biasa kita kenal dengan hoax. Sebenarnya, hoax di dalam teori politik lebih dikenal sebagai black campaign atau kampanye hitam yang sudah ada sebelum kata hoax menjadi booming di kalangan masa kini. Hoax terjadi karena kompetisi sangat ketat maka salah satu cara menjatuhkan lawan dengan black campaign, selain itu yang menyebabkan terjadinya hoax karena timbul politik yang menghalalkan segala cara. Kalau tidak dikendalikan, etika politik tidak mampu ditegakkan dalam sistem dan jangan mudah percaya terhadap media-media yang tidak jelas asalnya. Bagi pemilih muda yang mudah terbawa arus hoax mereka harus diedukasi dengan memberikan pengertian bahwa pentingnya menggunakan hak pilih dalam pilkada, karena satu suara sangat berarti dan dapat merubah segalanya untuk kemajuan daerah, selanjutnya adalah dengan memberikan arahan apabila ada pemberitaan-pemberitaan yang menjatuhkan atau yang tidak baik untuk jangan langsung percaya tanpa ada klarifikasi atau penjelasan dari orang yang bersangkutan maupun dengan cara cek kembali dan diperiksa kembali berita yang beredar.
Untuk mengatasi masalah tersebut diatas perlu adanya mekanisme hukum (Panwaslu, Bawaslu, Aparat Kepolisian) dan partisipasi publik yang efektif, ada politic culture yang bagus saling mengingatkan bahwa money politic itu tidak baik untuk mengantisipasi kecurangan dalam pilkada. Maka dari itu masyarakat harus cerdas dan memahami bagaimana politik yang santun, cerdas, dan bermartabat yaitu kampanye harus based on fair, based on data program yang ditawarkan harus realistis bukan mimpi. Selain dari kampanye yang baik juga perlu dimengerti bagaimana menjadi pemimpin yang baik.
Pemimpin yang baik harus memiliki sifat shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), fathonah (cerdas). Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang good governance yang mampu menegakkan hukum, harus ada partisipasi, harus transparan dan akuntable.
Seperti yang kita ketahui tentang prinsip pemilu yaitu Langsung Umum Bebas Rahasia Jujur dan Adil (LUBER JURDIL) masih relevan untuk diterapkan saat ini buktinya dengan tidak diperbolehkan untuk memfoto/menggunakan kamera untuk alat politik kemudian diperlihatkan kepada calon untuk kemudian dibayar karena sudah mencoblos. Paslon maupun parpol untuk siap menang atau siap kalah itu variatif, tidak semua siap karena parpol belum modern, tidak terlalu fokus menseleksi calon pemimpin, karena banyak calon yang ketika debat tidak nyambung. Indikator keberhasilan pelaksanaan pilkada yaitu ada dua output dan proses, outputnya adalah terpilihnya kepala daerah dan wakil lalu prosesnya demokratis tanpa money politic dan black campaign.
0 Komentar