Menyuarakan Kebebasan Jurnalis Perempuan di Asia

Posted by Admin

Oktober 30, 2023

Peserta Workshop “Asia Women Journalist for Media Freedom” bersama dengan Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Undip, Rabu (26/10)

Reporter: Almira Khairunnisa, Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik dan Multimedia

Dewasa ini, menjadi jurnalis perempuan tak luput dari berbagai tantangan. Salah satu tantangan yang kerap dihadapi oleh jurnalis perempuan ialah kerentanan untuk mendapat tindak kekerasan selama menjalani profesinya. Hal ini digambarkan dari survei nasional yang diinisiasi oleh PR2Media. Dalam survei yang dihimpun selama tahun 2021 hingga 2022 dengan melibatkan 1.256 jurnalis perempuan sebagai responden, 880 orang atau 70% responden di antaranya mengaku pernah mengalami kekerasan fisik dan digital. Sementara itu, 99 orang mengaku bahwa mereka pernah mengalami kekerasan digital dan 98 orang lainnya mengaku pernah mengalami kekerasan fisik. Sisanya, sebanyak 174 orang mengaku tidak pernah mengalami kekerasan apa pun. Dalam ranah digital, perempuan kerap kali menerima kekerasan dalam bentuk ancaman pembunuhan, penghinaan, peretasan, menerima ujaran body shaming, menjadi target misinformasi, menerima komentar tak  menyenangkan berbau seksual, hingga penyebaran informasi pribadi tanpa persetujuan atau doxing.

Menanggapi hal ini, Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) menggelar workshop Internasional bertajuk “Asia Women Journalist for Media Freedom” pada Rabu (26/10) Hingga Jumat (28/10). Workshop yang bertempatkan di auditorium dan ruang senat FISIP Undip tersebut merupakan kolaborasi dari Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Undip dengan Asian Center for Journalism (ACFJ) Universitas Ateneo de Manila. Kegiatan yang didanai Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Filipina ini, dihadiri 15 jurnalis perempuan dari berbagai negara di Asia diantaranya dari Indonesia, Filipina, Malaysia, Vietnam, India, Singapura dan Nepal.

Direktur Eksekutif ACFJ Universitas Ateneo De Manila, Luz Rimban, dalam Workshop “Asia Women Journalist for Media Freedom”

Luz Rimban sebagai Direktur Eksekutif ACFJ Universitas Ateneo De Manila mengungkapkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan jurnalis dari negara-negara Asia Tenggara agar dapat mendiskusikan isu yang tidak biasa diangkat di ruang publik, yakni isu terkait dengan permasalahan jurnalis perempuan. Hal ini senada dengan tujuan dari kegiatan workshop tersebut yang ingin memperkuat  solidaritas antar jurnalis serta menyuarakan isu kebebasan media pada jurnalis perempuan.

“Tujuan dari acara ini untuk mempertemukan (jurnalis) dari negara-negara Asia Tenggara yang berbeda untuk membicarakan isu-isu yang biasanya tidak kita bicarakan, jadi diwakili oleh Filipina, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Nepal, dan India, dan pada dasarnya kita membicarakan apa saja yang ada, yakni sebuah ruang yang aman mengingat banyaknya permasalahan yang dihadapi jurnalis perempuan, selama menjalankan pekerjaan  sebagai jurnalis,” jelas Luz saat diwawancarai pada Jumat (28/10) lalu.

Workshop ini dibagi menjadi tiga hari pelaksanaan. Pada hari pertama, hadir tiga pembicara yang menyampaikan materi terkait kesetaraan gender dalam ruang berita serta kasus kekerasan seksual pada jurnalis perempuan yang disampaikan oleh Sunarto selalu Dosen Media dan Gender Ilmu Komunikasi FISIP Undip, Luviana Ariyanti sebagai aktivis gender dari Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan CEO konde.co, serta Masduki sebagai peneliti. Di akhir sesi, para peserta mengikuti forum diskusi terkait situasi jurnalis perempuan di masing-masing negara. Kemudian, di hari kedua, peserta mendapatkan materi terkait prinsip ruang aman oleh Dr. Mira Alexis Ofreneo sebagai Head of Ateneo Gender Hub yang kemudian dilanjut dengan sesi focus group discussion (FGD) terkait materi yang disampaikan. Workshop kemudian ditutup dengan sesi diskusi terkait resolusi dan rencana para jurnalis perempuan di masa depan sebagai tindak lanjut dari kegiatan yang telah diselenggarakan.

Menurut Luz, workshop ini dapat berjalan dengan lancar karena tak luput dari penyediaan ruang aman bagi para peserta untuk mendiskusikan isu-isu yang dialami oleh para jurnalis perempuan yang difasilitasi oleh FISIP Undip.

“Undip memainkan peran yang sangat penting dalam konferensi kita, mereka beragam dalam memberikan kita ruang sebenarnya ruang aman fisik bagi kita di mana ruang untuk mendiskusikan secara bebas isu-isu dari negara kita masing-masing, kita senang bahwa fasilitas kelas dunia Undip memudahkan kami untuk melakukan pekerjaan kami dengan lanca. Kami senang (Departemen) Komunikasi mengerahkan mahasiswa dan dosen sehingga kami dapat melaksanakan pekerjaan kami dengan baik, acara, lokakarya kami, berhasil mencapai tujuannya dan kami sangat senang kami memiliki tempat ini selama dua hari terakhir,” ucapnya

Nurul Hasfi, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Undip yang juga alumni ACFJ mengatakan, kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen institusi pendidikan untuk mendukung isu tentang kesetaraan gender di media massa. Kegiatan ini wujud dari komitmen institusi untuk kegiatan Tri Dharma Perguruan tinggi dalam hal ini community service di level internasional.

‘Kami akan senang bisa dilibatkan dalam kegiatan ini dan harapannya kegiatan ini menjadi ruang diskusi yang mendorong solidaritas komunitas jurnalis perempuan di Asia tenggara yang lebih luas’ kata Nurul

Untuk menjaga keberlanjutan kegiatan, Luz mengungkapkan bahwa ia akan berupaya untuk mengadakan pertemuan rutin secara daring untuk tetap menjalin komunikasi dengan para peserta. Tak hanya itu, ia berharap bahwa para peserta dapat menyebarkan pemahaman terkait ruang aman jurnalis kepada rekan jurnalis lainnya.

“Setidaknya, kami akan mengadakan pertemuan rutin secara online, kami juga menugaskan diri kami sendiri beberapa pekerjaan, kami akan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang ingin kami tanyakan langsung kepada jurnalis lain tentang ruang aman dan apa yang dapat kami lakukan untuk mengatasinya,” pungkas Luz.

MORE FROM @FISIP UNDIP

0 Komentar