Istighotsah dan Kajian Aswaja, Hujjah Amaliah Ahlussunnah wal Jamaah

Posted by En_Admin

Desember 12, 2022

Semarang (12/12) – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro baru saja menggelar kegiatan Istighotsah dan Kajian Aswaja dengan tema “Hajjah Amaliah Ahlussunnah wal Jamaah”. Kegiatan tersebut turut mengundang Dr KH. Muhammad Adnan, M.A. sebagai narasumber dan dihadiri oleh Dekan FISIP Undip, Dr Drs Hardi Warsono, M.T., beserta Wakil Dekan I, Dr Teguh Yuwono, M.Pol. Admin.

Dalam materinya, Kyai Adnan menyampaikan bahwa sumber hukum dalam Islam ada dua yaitu Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Selain sumber pokok tersebut, terdapat sumber lain yang disepakati bersama oleh para ulama yaitu Ijma’, dan Qias. Beliau juga menjelaskan bahwasannya Ahlussunah waljamaah meyakini bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW menjadi hukum bagi umat muslim, Namun, apa yang tidak dilakukan Beliau belum tentu menjadi sesuatu yang dilarang. Dalam Kajian ini, Kyai Adnan menunjukkan beberapa hal yang tidak dilakukan Nabi tetapi dilakukan oleh sahabat Nabi dan menjadi Ijtihad serta menuai apresiasi dari Nabi.

Apa yang tidak dilakukan Nabi boleh saja dilakukan, bahkan ketika sholat selama tidak keluar dari syariat Islam. Sebagai contoh, Mu’adz bin Jabal, seorang sahabat Nabi yang terkenal cerdas, mengisahkan keterlibatan para sahabat dalam proses penetapan hukum Islam oleh Nabi. Seperti dalam kasus Makmum yang datang terlambat (makmum masbuk). Dahulu, makmum yang terlambat akan bertanya kepada Imam berapa rakaat yang sudah berjalan dan Imam akan menjawab dengan memberikan isyarat jumlah rakaatnya. Setelah itu, makmum masbuk tersebut harus shalat sendiri mengejar rakaat yang tertinggal kemudian bergabung dengan jam’ah bersama-sama menyelesaikan sisa rakaat. Hal tersebut menimbulkan suasana yang kurang kondusif karena makmum masbuk seolah balapan mengejar ketertinggalan mereka sebelum ikut bergabung dengan jama’ah. Sampai suatu ketika Mu’adz bin Jabal datang dan Nabi telah shalat beberapa rakaat, kemudian ia langsung ikut shalat bersama beliau. Saat Rasulullah usai shalat, Mu’adz berdiri dan mengganti rakaat yang tertinggal. Hal tersebut tidak dianggap bid’ah oleh Nabi. Bahkan Nabi memuji dan menetapkan aturan makmum masbuk (yang terlambat) seperti yang dilakukan oleh Mu’adz.

Dari hal tersebut, Kyai Adnan menyimpulkan bahwasannya agama Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW adalah agama yang luwes, tidak kaku, dan toleran.

“Selama tidak menyimpang dari syariat Islam yang sesungguhnya, inovasi apapun selama itu untuk kebaikan bersama, menambah amaliyah kita, menambah pahala kita, apalagi kita mengamalkan sesuatu yang diperintahkan oleh Nabi,” jelas Kyai Adnan.

MORE FROM @FISIP UNDIP

0 Komentar