Menteri HAM Brasil Mendorong Regulasi Cepat Platform Digital

Posted by Admin

Mei 4, 2024

Silvio Almeida memperingatkan tentang kekacauan yang timbul akibat aktivitas di dunia maya yang tidak terkontrol, menekankan keharusan langkah-langkah untuk melawan informasi yang salah dan kebencian untuk melindungi masa depan demokratis kita.

Gambar: Menteri Silvio Almeida, dari Kementerian HAM dan Kewarganegaraan Brasil, memperingatkan tentang ketiadaan regulasi pada platform digital yang memicu kekacauan. Kredit: Reproduksi.

Rabu ini (1 Mei) merupakan hari terakhir dari acara sampingan yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Ekonomi Digital G20. Salah satu panel menyoroti isu yang menjadi fokus utama di ibu kota Paulista, yaitu integritas informasi. Dimoderasi oleh Roberta Eugênio, sekretaris eksekutif di Kementerian Kesetaraan Rasial Brasil, debat ini menyatukan suara-suara dari berbagai belahan dunia, dengan Menteri Silvio Almeida dari Kementerian HAM dan Kewarganegaraan Brasil yang tampil menonjol, dengan kata-katanya yang penuh kekuatan dan tekad.

Dalam pidato berapi-api, Silvio Almeida menekankan urgensi pengaturan platform digital, menggarisbawahi hubungan intrinsik antara kebebasan dan tanggung jawab. “Tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab,” katanya, seraya menekankan perlunya mediasi institusional untuk memastikan kedaulatan dan demokrasi yang sesungguhnya. Kata-katanya bergema sebagai seruan untuk bertindak melindungi integritas informasi dan memerangi ujaran kebencian di dunia maya.

Menteri Almeida memberikan konteks historis untuk argumennya, menekankan bahwa meskipun kebencian dan kekerasan sudah ada sejak lama, manifestasinya berkembang seiring waktu. Ia menyoroti tingkat misinformasi dan polarisasi yang mengkhawatirkan di era saat ini, dan mengaitkan sebagian besar kekhawatiran tersebut dengan perilaku perusahaan media sosial. Almeida menekankan perlunya mediasi institusional, memadukan tanggung jawab, demokrasi, dan pengawasan institusional untuk menjaga kebebasan dan kedaulatan. Ia memperingatkan bahwa tidak adanya regulasi pada platform-platform ini dapat menimbulkan kekacauan dan menjadi tempat berkembang biak bagi para ekstremis dan penjahat. “Jika kita gagal bertindak sekarang untuk mengatasi misinformasi dengan sungguh-sungguh, kita berisiko menyerahkan masa depan kepada pihak-pihak yang kita lawan. Kita harus memahami pentingnya akuntabilitas untuk mencegah hari esok yang suram. Sejarah ada dalam genggaman kita, dan diam bukanlah sebuah pilihan,” pungkasnya.

Pembicara lain yang menjadi sorotan dalam panel ini adalah Kristina Wilfore, pendiri She Persisted dari Amerika Serikat, yang mempresentasikan isu serangan terhadap perempuan di ranah digital. Wilfore berpendapat bahwa kebebasan berekspresi dibedakan untuk perempuan, yang sering menghadapi diskriminasi dan serangan terhadap kredibilitas mereka. Ia menekankan perlunya regulasi untuk mengatasi masalah ini dan memastikan lingkungan online yang aman dan inklusif untuk semua suara.

Yunfeng Li, Wakil Direktur Jenderal Kantor Tata Kelola Internet Tiongkok, menyoroti tantangan yang dihadapi oleh komunitas internasional dalam memerangi penyebaran konten digital yang berbahaya dan ilegal. Ia menekankan pentingnya tanggung jawab utama platform digital dalam mengatur dan memerangi misinformasi.

Nell McCarthy, Wakil Presiden Pengembangan Kebijakan Konten Meta, membahas kompleksitas ujaran kebencian di berbagai platform, dengan menekankan perlunya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan keamanan. Ia menyoroti upaya perusahaan untuk mendorong lingkungan online yang lebih aman dan transparan, tetapi mengakui adanya tantangan yang signifikan.

Wijayanto, seorang profesor di Universitas Diponegoro di Indonesia, menggarisbawahi pentingnya memperkuat peraturan untuk memerangi misinformasi politik dan serangan terhadap demokrasi di seluruh dunia. Ia menekankan perlunya memastikan platform media sosial bertanggung jawab atas konten mereka dan meningkatkan kualitas algoritme untuk mengurangi aktivitas terlarang.

Terakhir, Anita Gurumurthy, Direktur Eksekutif IT for Change di India, menyoroti sifat sistemik dari kekerasan di dunia maya terhadap perempuan dan perlunya mengatasi masalah ini secara holistik. Ia menekankan pentingnya mengatasi impunitas dan memperkuat proses kepatuhan untuk menjaga integritas informasi dan hak-hak perempuan di dunia maya.

Acara sampingan G20 menyajikan diskusi penting untuk mengatasi tantangan mendesak terkait integritas informasi dan ujaran kebencian di dunia maya. Para peserta mengeluarkan seruan global untuk bertindak guna mempromosikan akuntabilitas platform digital, melindungi hak-hak perempuan, dan memperkuat demokrasi online. Sesuai dengan tema G20, diskusi tersebut menggarisbawahi pentingnya pendekatan kolaboratif dan regulasi untuk memastikan lingkungan siber yang lebih aman, inklusif, dan demokratis bagi semua.

Sumber: g20.org

MORE FROM @FISIP UNDIP

0 Komentar